Oktober 26, 2016

BOOK REVIEW : The Girl on the Train

Started on : October 3, 2016
Finish on : October 5, 2016
Original Title : The Girl on the Train
Series : -
Author : Paula Hawkins
Publisher : Noura Books
Published Date : September 4, 2015
Pages : 440
Price : Rp 79.000
Literary Awards :
       Audie Award for Audiobook of the Year (2016),
       Goodreads Choice Award for Mystery & Thriller (2015),
       Waterstones Book of the Year Nominee (2015),
       Woman & Home Reader's Choice Award for Best
       Thriller Of The Year (2016)
Rating : 3/5

https://www.goodreads.com/book/show/26085996-the-girl-on-the-train

Salah satu buku thriller psikologis yang wajib dibaca. Daya tariknya karena menjadi salah satu buku debut yang bestseller, diterbitkan dalam puluhan edisi, mendapatkan beberapa penghargaan dalam penulisan, dan difilmkan oleh DreamWorks Studio. Thriller psikologis yang membuat pembaca tidak bisa mempercayai satupun karakter didalamnya. Semua penuh misteri dan kebohongan.

Rachel Watson, seorang wanita yang menaiki komuter yang sama setiap pagi, untuk berpura-pura berangkat bekerja. Ia berada pada titik terburuk dalam hidupnya, tidak mampu memiliki anak, sehingga ia menjadi depresi dan mulai ketergantungan pada alkohol. Suaminya, Tom Watson, meninggalkannya demi wanita lain, Anna. Hidupnya semakin terpuruk karena kehilangan pekerjaan akibat mabuk saat bekerja. Sekarang Rachel harus berusaha menutupi kebohongannya pada Cathy, teman satu flatnya, berbohong mengenai kehilangan pekerjaan, obsesinya pada Tom, dan kecanduan alkohol yang membuatnya mabuk hingga kehilangan kesadarannya.

Di pinggiran London, setiap pagi, tepatnya di Witney, kereta Rachel akan berhenti di sebuah sinyal perlintasan, tepat di depan sebuah rumah nomor lima belas. Rumah sepasang suami istri menjalani kehidupan yang tampak bahagia, bahkan nyaris sempurna. Rachel bahkan menamakan pasangan tersebut Jason dan Jess. Pemandangan ini mengingatkan Rachel pada kehidupannya sendiri yang sebelumnya sempurna. Kehidupan yang dijalaninya bersama Tom, mantan suaminya, di rumah yang tak jauh dari rumah nomor lima belas itu.

Pada suatu pagi, Rachel menyaksikan sesuatu yang mengejutkan. Di sinyal perlintasan itu, tepat di depan rumah nomor lima belas. Hanya semenit sebelum kereta mulai bergerak, tapi itu pun sudah cukup. Rachel menyaksikan sang istri, Jess, mesra bersama pria lain yang bukan suaminya. Kini pandangannya terhadap pasangan suami istri yang sempurna itupun berubah.

Beberapa hari kemudian, secara tak sengaja Rachel melihat foto Jess muncul pada salah satu berita. Setelah membaca isi berita, melihat nama jalannya, Rachel yakin wanita itu adalah Jess, sang istri dari rumah nomor lima belas itu. Dia hilang, sang istri hilang, Jess hilang, Megan Hipwell hilang. Ternyata Rachel ikut terlibat dalam menghilangnya Megan Hipwell, menjadi terlibat sepenuhnya dengan kejadian-kejadian selanjutnya, juga dengan semua orang yang terkait. Tapi Rachel tidak mengingat apa yang terjadi saat itu karena dalam keadaan mabuk. Tanpa disadari Rachel adalah saksi kunci yang melihat kejadian yang menyangkut Megan Hipwell. Atau tanpa disadari Rachel lah yang telah melakukan kejahatan itu.

Satu berarti penderitaan, dua berarti kebahagiaan, tiga berarti bocah perempuan. Tiga berarti bocah perempuan. Aku tertahan pada tiga, aku tidak bisa melanjutkan lagi. Kepalaku dipenuhi suara, mulutku dipenuhi darah. Tiga berarti bocah perempuan. Aku bisa mendengar burung-burung magpie itu -- mereka tertawa, mengejekku, terkekeh parau. Ada kabar. Kabar buruk. Kini aku bisa melihat mereka, hitam dilatari matahari. Bukan burung-burung itu, tetapi sesuatu yang lain. Seseorang datang. Seseorang bicara kepadaku.                                                                                                                                                  Kini lihatlah. Kini lihatlah apa yang terpaksa kulakukan. page 403

Dalam buku, pembaca diajak mengikuti jalan cerita dari tiga sudut pandang berbeda. Tiga orang wanita, Rachel Watson, Anna Watson, dan Megan Hipwell. Diantara ketiga sudut pandang tersebut, monolog Rachel menjadi inti utama seluruh plot. Walaupun dari tiga sudut pandang yang berbeda, masing-masing plot karakter terjadi pada waktu yang hampir sama dan saling berhubungan. Yang perlu diapresiasi, penulis mampu merangkai plot tersebut dan menceritakannya dengan baik, sehingga pembaca sama sekali tidak kebingungan dan mudah memahami jalan cerita.

Ide yang digunakan sangat menarik, walaupun dieksekusi dengan cara yang kurang berhasil. Alur cerita terkesan hanya mengikuti monolog dugaan Rachel yang sering berubah dari seorang tersangka ke tersangka yang lain. Pembaca hanya bisa mengikuti petunjuk sosok profil pelaku dari sudut pandang Rachel yang cenderung lambat. Pembaca juga tidak cukup diberikan petunjuk-petunjuk, sehingga jalan cerita sedikit kurang menantang. Alur cerita sedikit melambat terutama pada halaman-halaman pertama. Hingga mendekati akhir buku, alur berubah menjadi lebih cepat, misteri terpecahkan dan pelaku terungkap. Akhir cerita pun menjadi kurang memuaskan.

Walaupun alur cerita sedikit lambat, namun Paula Hawkins memiliki gaya penceritaan yang membius pembaca untuk tidak berhenti membalik setiap halamannya. Didukung oleh kualitas terjemahan yang baik, bahasa dalam buku jadi mudah dibaca. Tidak ada kalimat-kalimat terjemahan yang membingungkan dalam buku ini. Secara keseluruhan, sebagai buku debut dari penulis Paula Hawkins, dengan beberapa kekurangannya karya ini masih pantas diacungi jempol.


Cover buku untuk versi bahasa indonesia dari penerbit Noura ini memang menarik, bahkan dibandingkan dengan versi penerbit Riverhead. Berlatar gambar jendela dari sisi bagian dalam komuter dan sisi gelap pada bagian dalam kereta serta bercak merah darah pada judul cover, sangat sesuai dengan tema thriller psikologis buku ini. Sedangkan untuk cover versi penerbit Riverhead, cover lebih berwarna dan kurang sesuai dengan genre buku ini.

 image source : A Life Spent Chasing Trains



0 komentar:

Posting Komentar