Oktober 07, 2016

BOOK REVIEW : The Queen of the Tearling (The Queen of the Tearling #1)

BOOK REVIEW : The Queen of the Tearling (The Queen of the Tearling #1)

Started on : September 14, 2016
Finish on : September 23, 2016
Original Title : The Queen of the Tearling
Series : The Queen of the Tearling #1
Author : Erika Johansen
Publisher : Mizan Fantasi
Published Date : February, 2016
Pages : 540
Price : Rp 99.000
Literary Awards : Goodreads Choice Award Nominee for
       Fantasy for Debut Goodreads Author (2014)
Rating : 3/5





https://www.goodreads.com/book/show/28917141-the-queen-of-the-tearling

Buku fiksi ini berlatar pada masa depan setelah pengetahuan dan teknologi mengalami kemajuan yang sangat pesat, namun bangsa Inggris dan Amerika mulai menghadapi kekacauan akibat peperangan, wabah penyakit dan kematian. Itulah yang memicu seorang pria bernama William Tear, seorang utopis yang memimpikan lahan makmur bagi semua orang. Dengan kapal-kapal Bahtera Putih, mereka melakukan Penyeberangan mengarungi lautan yang ganas dan cuaca yang buruk. Gelombang mengaramkan Bahtera Putih yang membawa para ahli medis. Kapal-kapal lain yang tak terlalu bisa dikendalikan, terpaksa meninggalkan kapal itu, terombang-ambing hingga tergulung ombak menuju sebuah dunia baru. Menuju Tearling.

Ironisnya, William Tear mendirikan kerajaan Tearling di daratan yang tidak memiliki banyak sumber daya alam. Rakyat Tear menjadi petani, yang mereka miliki untuk ditawarkan hanya makanan yang mereka tanam, daging yang mereka ternakkan, dan sedikit kayu berkualitas bagus dari pohon ek asli daerah mereka. Orang Tear yang miskin dan buta huruf harus membeli segala-galanya dari negeri sekeliling, dan mengingat posisi mereka terjepit, harga yang ditawarkan tidak murah.

Kerajaan tetangga yang lebih beruntung saat Penyeberangan, mereka memiliki deposit bijih besi dan timah dalam jumlah besar di dalam tanah. Mereka juga memiliki dokter, tukang batu, kuda dan sebagian teknologi yang dilarang William Tear, serta senjata yang lebih unggul terbuat dari baja. Kerajaan tersebut bernama Eropa Baru, dan untuk waktu yang lama, mereka puas menjadi kaya dan tak terkalahkan, dengan rakyatnya hidup dan mati dalam keadaan sehat dan nyaman.

Tetapi seorang penyihir wanita muncul, mengincar takhta Eropa Baru untuk dirinya. Dia membunuh semua wakil yang terpilih secara demokratis, beserta keluarganya, dan bagi rakyat yang membangkang, keluarga mereka dibunuh dan rumah mereka dibakar. Akhirnya bangkitlah pemerintahan yang diktator dan menjadikannya kerajaan Mortmesne, dibawah takhta Ratu Merah Mortmesne hingga hari ini, 113 tahun kemudian.

Ratu Merah tidak puas hanya menguasai kerajaannya sendiri, dia mulai menakhlukkan seantero Dunia Baru. Negeri yang menyerah, tunduk dengan membayar upeti, seperti yang dilakukan koloni yang patuh. Namun ketika mengalihkan perhatiannya ke Tearling, dia mendapatkan perlawanan dari Ratu Arla. Ratu merah mulai menginvasi Tearling bagian timur. Tentara Tearling melawan dengan gigih, tetapi mereka kalah dalam persenjataan. Mort berhasil menakhlukkan bagian timur Tear ketika Ratu Arla mangkat akibat pneumonia. Ratu Elyssa, sang putri mahkota yang mengambil tahta, tidak memiliki otak dan keberanian seperti ibunya, mengajukan tawaran perdamaian kepada Ratu Merah. Bukan upeti berupa uang, tetapi budak.

Kenyataannya, secara diam-diam Ratu Elyssa mengirimkan putrinya yang masih bayi untuk dibesarkan oleh orang kepercayaannya, Carlin dan Barty Glynn, sepasang suami istri. Kelsea Raleigh dibesarkan di sebuah daerah terpencil tetapi aman baginya terutama dari ancaman Ratu Merah, menjalani kehidupan biasa dengan pendidikan dan persiapan sebagai ratu yang memiliki otak dan keberanian. Hingga usia 19 tahun, usia dimana ia dapat mengambil alih tanggung jawab pemerintahan sebagai ratu kerajaan Tearling. Sebuah tugas yang tidak mudah karena banyak pihak mengincar nyawanya.

Terlalu sempit pemahaman mengenai kecenderungan umat manusia untuk mengulangi kesalahan mereka, terus menerus bagai litani menakutkan... 
...sejarah adalah segala-galanya. Masa depan hanyalah bencana masa lalu, yang menanti untuk kembali terjadi. page 240

Berdasarkan alur untuk genre fantasy pada umumnya, alur pada buku ini termasuk lambat. Walaupun sebenarnya ide cerita sangat menarik, berlatar kehidupan di masa depan yang mengalami kemunduran, dan kembali pada sistem pemerintahan monarki kerajaan yang diktator. Namun ide tersebut kurang dieksekusi dengan baik oleh penulis.

Terutama pada lembar pertama bahkan hingga puluhan lembar berikutnya, plot cerita terkesan hanya berkisar itu-itu saja. Selain itu, penulis sedikit berlebihan dalam mendeskripsikan karakter yang bahkan tidak terlalu berpengaruh pada keseluruhan cerita, sehingga membuat buku menjadi lebih panjang dan membacanya menjadi membosankan. Namun pada perubahan plot cerita berikutnya, alur cerita menjadi lebih cepat dan menarik. Yang pada awalnya membaca buku ini sedikit melelahkan, tapi selanjutnya pembaca dibuat penasaran hingga akhir buku.

Secara keseluruhan, sebagai buku debut dari penulis Erika Johansen, karya ini memang pantas diacungi jempol karena ide cerita buku ini memang sudah menarik. Salah satu buku dari sekian banyak buku, yang memiliki tokoh utama seorang perempuan yang berkarakter pejuang dan pemimpin, yang seluruh kehidupannya diwarnai dengan konflik dan intrik politik. Namun menjadi berbeda ketika dibumbui dengan konsep misteri dari fantasi dan supranatural. Setelah membaca buku ini, pembaca dibuat penasaran mengenai bentuk sihir seperti apa yang digunakan dan sejarah dunia baru seperti apa yang melatar-belakangi cerita ini, berharap rasa penasaran tersebut akan terjawab pada buku sequelnya, The Invasion of The Tearling.

Kesuksesan Erika Johansen meramu karyanya diapresiasi tidak hanya oleh pembacanya. Bahkan sebelum buku ini dirilis, Warner Bros telah membeli hak cipta filmnya. Emma Watson juga terkesan dengan The Queen of the Tearling dan telah setuju untuk memerankan sosok Kelsea Raleigh. Semoga film adaptasi yang diharapkan segera rilis ini, sesuai dengan ekspetasi penggemar bukunya dan tidak mengecewakan penikmat filmnya.

BOOK REVIEW : The Queen of the Tearling (The Queen of the Tearling #1)

Untuk pemilihan cover edisi Bahasa Indonesia ini, terasa kurang tepat. Jika dibandingkan dengan versi aslinya, desain cover versi penerbit Harper terlihat lebih elegan dan klasik, sesuai dengan tema cerita yang berlatar kerajaan dalam dunia fantasi dan supranatural. Selain itu, pemilihan jenis kertas buku ini juga dirasa kurang tepat. Kertas buram dan tipis membuat halaman menjadi mudah rusak dan sedikit berkerut ketika basah menyentuh buku jari yang berkeringat. Namun mengingat ketebalan buku dan cerita yang menarik, serta pertimbangan harga buku yang terjangkau, kekurangan tersebut sedikit terbayarkan.

BOOK REVIEW : The Queen of the Tearling (The Queen of the Tearling #1)
 image source : Schloss Neuschwanstein



0 komentar:

Posting Komentar